*SISTEM HUKUM PEMBAGIAN KEWARISAN ADAT SUKU LAMPUNG DALAM ISLAM*

*SISTEM HUKUM PEMBAGIAN KEWARISAN ADAT SUKU LAMPUNG DALAM ISLAM*

Penulis: Audia Rusalifia

Indonesia adalah bangsa yang kaya akan adat istiadat dan budaya yang beragam ragamnya, bahkan hukum adat masih dijadikan solusi atas berbagai permasalahan keluarga yang ada di masyarakat. Khususnya masalah kewarisan, terdapat perbedaan sistem antara kewarisan adat Lampung Pepadun dan kewarisan Islam atau yang dikenal dengan ilmu faraid, disisi lain mayoritas masyarakat adat Lampung Pepadun beragama Islam.

Masyarakat adat Lampung Pepadun memakai sistem kewarisan mayoritas laki-laki, yaitu sistem kewarisan di mana anak laki-laki tertua berhak atas seluruh harta peninggalan dan sebagai penerus keturunan mereka. Hal ini dikarenakan suku Lampung Pepadun condong kepada sistem kekerabatan patrilineal (sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan pihak laki-laki atau ayah). Maka anak laki-laki tertua menjadi ahli waris tunggal menggantikan ayahnya.

Hukum Kewarisan menurut Hukum Islam merupakan salah satu bagian dari hukum keluarga. Ditinggalkan oleh seseorang (kematian) membawa dampak kepada berpindahnya hak dan kewajiban kepada beberapa orang lain yang di tinggalkannya yang disebut warasah, yakni ahli waris dan wali. Dalam Kompilasi Hukum Islam Indonesia yang dimaksud dengan Hukum Kewarisan Islam adalah Hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan pewarisan, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Dengan demikian Hukum Kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah meninggal dunia kepada ahli waris tersebut. Dalam Al-Qur’an yang merupakan sumber pertama dan utama bagi Hukum Kewarisan Islam, telah menentukan hal-hal yang berkenaan dengan Hukum Kewarisan Islam yakni: ahli waris, ketentuan bagian masing-masing ahli waris dan cara pelaksanaan pembagiannya.

Dalam penjelasan Pasal 49 huruf b UU No.3 Tahun 2006 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan waris adalah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penentuan mengenai harta peninggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris dan pelaksanaan pembagian harta peninggalan tersebut serta penetapan pengadilan atas permohonan seseorang tentang penentuan siapa yang menjadi ahli waris, penentuan bagian masing-masing ahi waris. Sedangkan dalam Buku II Hukum Kewarisan KHI Pasal 171 hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan (tirkah) pewarisan, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan beberapa bagiannya masing-masing.

Maka dapat disimpulkan bahwa sistem pembagian waris yang dilaksanakan berdasar adat masyarakat Lampung Pepadun dengan menerapkan sistem kewarisan Patrilineal, telah memuat aspek al-‘Urf karena perilaku tersebut telah dilakukan secara berulang-ulang sehingga menjadi adat kebiasaan bagi masyarakat Lampung Pepadun. Akan tetapi adat kebiasaan masyarakat Lampung Pepadun dalam menerapkan sistem kewarisan Patrilineal tersebut tidak berkesesuaian dengan hukum syara’ atau nash hukum Islam. Adapun alasan masyarakat Lampung Pepadun masih menerapkan sistem kewarisan tersebut sampai saat ini karena menghargai dan menjunjung tinggi ajaran nenek moyangnya sebagai sebuah tradisi yang harus dipertahankan serta merupakan warisan budaya leluhur mereka.(*)

Pos terkait